Merayakan “Kehilangan”
Manusia merupakan makhluk Allah yang sempurna. Diberikan
akal untuk berpikir dan diberikan hawa nafsu untuk berkembang dan maju. Namun
terkadang dengan nafsu yang diberikan Allah kepada manusia, manusia terlewat
batas, sehingga hal-hal yang
seharusnya tidak boleh dilakukan, menjadi biasa untuk dilakukan.
Kebiasaan manusia untuk berlaku yang tidak baik jika
terus menerus dilakukan akan menjadi sebuah budaya, akan membekas di dada, dan
biasa. Berkata kotor, menjahili teman, mem-bully, berkelahi
dan menghina merupakan contoh ketidakmampuan manusia dalam mengelola hawa
nafsu. Semua perbuatan itu akan merugikan orang lain dan diri sendiri. Efek
paling besarnya adalah tidak akan memilki saudara di dunia yang fana ini. Maka
kefanaan dunia yang hanya sebentar ini mari kita isi dengan sesuatu yang
bermakna, senantiasa memperbaiki diri, sehingga kita menjadi sejatinya manusia
yang manusia.
Beruntung, Allah sangat cinta kepada hamba-Nya, Allah Maha
pemaaf, Allah Maha pemurah, Allah mau menerima setiap hamba-Nya yang kembali
kepada-Nya, sehingga meskipun dosa manusia seperti buih di lautan, Allah akan
menerimanya kembali, dengan syarat “taubatan
nasuha”.
Begitu juga dengan Nabi Muhammad SAW, kurang cinta
apalagi Beliau dengan umatnya. Beliau
mengajarkan kepada umatnya untuk memperbanyak istighfar, satu kalimat yang luar
biasa, satu kalimat penghapus dosa. Sesering mungkin pekik-kanlah “istighfar” di dalam hari-harimu agar dosa-dosa kita terhapus.
Jangan nodai kecintaan nabi kita tersebut dengan perbuatan yang melanggar
norma, bukankah kita rindu dan ingin bertemu di telaga Al-Kautsar kelak.
Kehilangan memang bukan sesuatu yang patut untuk dirayakan, kehilangan juga bukan sesuatu yang patut untut dibanggakan, namun kali ini beda.
Kita patut merayakan “kehilangan” yang kita alami, kita
patut bangga dengan “kehilangan” yang terjadi. Karena kita tidak kehilangan
sesuatu yang baik, namun kita kehilangan sesuatu yang buruk dari diri kita.
Setelah kita bergelimang dengan perbuatan yang hina maka sudah saatnya kita sadar
untuk menghilangkan itu semua, berjanji pada diri untuk menjadi manusia yang
lebih baik lagi dan tidak akan mengulang perbuatan dosa lagi. Sudah saatnya
kita berubah kawan, sudah saatnya kita berbenah, sebelum ajal datang, mari kita
perbaiki diri ini. Sehingga kita bisa merayakan “kehilangan” tersebut di surga-Nya kelak.
Memayu Hayuning
Bawana
Ambrasta Dur Angkara
Sura Dira
Jayaningrat
Lebur Dening
Pangastuti
Ditulis oleh Akbar AR
Komentar
Posting Komentar